Kekecewaan. Bagian sekian.

Entah ada apa dengan kekecewaan. Budak yang tak lagi menurut pada tuannya, kata-kata, kemudian menjadi lanyah dalam mengetikkan segalanya.

Berpuluh bulan, syukur belum berganti tahun, jemari ini entah mengapa memutuskan rehat dari dunia menye-menye. Seolah ingin bertransformasi menjadi jemari normal yang ingin membelai mesra rambut puannya, atau mencubit lucu pipi wanitanya. Namun, mungkin, aku bisa menghitungnya semenjak tanggal 16 November, kemarin lalu. Jemariku gatal sekali untuk kembali menari pada tuts keyboard komputer jinjingku ini. Hingga sampai pada akhirnya, butuh lebih banyak kecewa lagi untuk menjadi musik penghantarnya, agar ia dapat kembali menari lagi sesukanya. Benar-benar sesukanya.

Sudah berpuluh bulan, mungkin, kuhitung sendiri, melalui jemari, tak lagi tercipta sebentuk puisi. Mungkin aku tidak ingin lagi menambah dosa-dosa bohong. Tentang hal-hal berbuih nan omong kosong. Tak ada isi, hanya seratan indah jemari, tanpa ada sentuhan dari hati.

Namun tulisan ini bukan tentang puisi. Aku ingin menulis tentang betapa sebuah kecewa mampu membuat manusia menjadi produktif dalam berair mata.

===

Aku menulis panjang sekali untuk hari ini.
Namun kuhapus semua, bersama para lukanya.
Semuanya benar-benar hilang, namun luka masih saja terkenang.
Aku bersyukur atas segala hal, tentang hubungan kita meskipun ini terjal.

Misbahul Munir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir. Perlu penegasan, bahwa apapun yang tertulis di sini adalah pengolahan kata dan pengembangan pemikiran dari saya pribadi.

Jangan lupa sandalnya dibawa.