Selamat wisuda, Kisah. Selamat!

Selamat wisuda, Kisah.

Tak ada apa pun yang dapat kuberikan, di hari spesialmu itu, kecuali hanya kedatanganku. Terbukti, bukan? Aku tak bawa apa-apa, aku tak punya apa-apa, tak seperti teman-temanmu yang lain, dengan bunga dan kebahagiaan, mereka memujimu dan menyanjungmu dengan tanpa henti. Hari itu, sepertinya kau memang benar-benar bahagia. Sedikit bisa bernapas dari tugas-tugas yang sedari kemarin kau bisingkan ke telingaku, suka sedikit mengeluh pas ada dosen yang panggilannya kalah sama panggilan Tuhan saking dadakannya, kemudian aku masih mendengarkan, dengan hikmat dan tanpa solusi. Kau bisa cari solusi sendiri. Tanpa perlu aku untuk mencarikannya. Kau sudah terlebih matang daripadaku, yang bahkan kanak-kanak saja masih belum khatam.

Hingar bingar keindahan, kebahagiaan, dan ketenteraman pasti kau nikmati dengan sebegitu takzimnya. Ada banyak sekali doa kala itu dilangitkan. Mulai dari keluarga, teman, sahabat, sampai mantan. Yah, aku juga ikut mendoakanmu. Yang terbaik tentunya.

Kau mau minta apa dariku? Bilang saja.

Weits. Wkwk . . . iya, bilang saja. Nanti pasti kudengarkan. Menyoal kukabulkan, itu beda lagi. Wkwk . . . silah, minta saja. Dan akan kumintakan lagi Yang-Maha-Berhak. Urusan dikasih atau tidak, itu sudah biasa. Dia pasti lebih tahu tentang keterbaikanmu. Dan kalau dilihat-lihat, Tuhan itu feminis, nggak, sih? Maha-Repot, Maha-Embuh. Persis dikau. Wkwk . . .

Wisuda, apalagi di tingkatanmu, adalah harus mematangkan apapun. Dari segi mana pun. Mulai horizontal – vertikal, spiritual – emosional, dan al – al yang lain. Termasuk telingamu nanti, juga harus lebih tebal daripada sebelum kau diwisuda.

Tentang apa? Apapun.


Pasti nanti ada banyak suara-suara sumbang, pertanyaan-pertanyaan menjengkelkan yang belum mampu kau jawab. Dan bahkan belum sempat kau pikirkan.

Aku tahu, pribadimu sangat sibuk. Kau begitu rajin dan tekun, kau terlalu baik dalam segala hal, tak ada cela di mana aku harus mencacimu. Semuanya begitu sempurna.

Tapi tak masalah jika kata-kata itu tak mau kau dengar. Kau cukup mengetik namaku di ponselmu, dan kerahkan seluruh keluh – kesahmu. Dan seperti biasa, aku akan mendengarkan.

Cuma mendengarkan? Ya, iyalah. Wkwk . . . mau apa lagi? Aku bukan seseorang yang bisa kau andalkan. Aku bahkan bukan seorang pemandu kebathinanmu. Aku bukan siapa-siapa.

Dan lagi jika suatu waktu kau merasa sedikit letih, capek, atau apalah itu namanya, kau masih tetap boleh mengetik namaku di ponselmu. Dan aku akan tetap berada dalam gapaimu, menghiburmu kalau membantu, dan mungkin malah menjengkelkanmu? Haha . . . ya, maafkan saja. Toh, sudah sering banget, kan, memaafkanku? Entah itu kesengajaanku, atau bahkan kekurang-ajaranku.

Aku hanya adik dari rahim yang lainnya, aku adalah seseorang dari sisi yang lainnya, aku hanya manusia dari pandang yang lainnya. Yang selalu salah dan penuh ketidak-pastian.

Kalau mendengar tentang kepasti – tidak-pastian, kenapa selalu Sujiwo Tejo yang mengisi kepalaku, yah? Kau tahu, kan, kata-kata jancuknya itu? Apalagi tepat sekali, kau sangat menyukai cokelat dan bunga. Tapi aku yakin setiap orang, pasti lebih suka kepastian.

Kepastian hanya milik Dzat-Yang-Maha-Pasti, Kisah. Tidak ada selain-Nya. Dulu sempat ada yang pura-pura punya kepastian, eh, berakhir di laut merah beserta pasukannya. Tidak ada yang lebih agung selain yang memilik takdir. Tidak ada yang lebih mesra dari pada Yang-Maha-Cinta.

Aku? Tak ada yang perlu diharapkan. Sama sekali tidak ada. Aku hanya makhluk yang selalu berusaha. Kalau memang usahaku dilihat dan doaku didengar, maka itu tetap urusan-Nya. Se-matematis apapun yang agama dapat sajikan, tetap Ia adalah Dzat-Yang-Maha Sekarepe Dewe. Tidak ada yang bisa merayu-Nya, meskipun kau membawa dunia dan seisinya, amal-amal, dan segala kebaikanmu kepada-Nya.

Duh, yah. Kok tambah ngawur tulisan ini. Malah membahas ke hal yang sangat jauh di bawah penggapaianku.

Tapi, intinya, yah, itu. Kau sekarang sudah sarjana, dan aku belum. Kau sekarang sudah matang, dan aku? Apalagi, kanak-kanak saja belum khatam.

Tentang sebuah perjalanan, perjalanan cinta ---terhadap apapun---, tak akan pernah sampai, Kisah. Akan selalu berjalan, meskipun tanpa punya kaki. Dan aku, akan mengantarmu, ke Dzat-Yang-Maha Cinta andai kau mau. Seperti biasa, kau hanya cukup duduk di belakangku, urusan sampai atau tidak itu urusan belakang. Yang penting kita berjalan, kalau bisa, sih, nanti naik mobil, biar sampai ke sesuatu yang tak jelas ada di mana. Haha . . .

Wisuda adalah tentang awal sebuah langkah. Haha . . . lihat, klise sekali, bukan? Ya, tak masalah. Banyak hal klise di dunia yang malah membuat sesuatu menjadi lebih indah.

Tapi memang benar, wisuda memang tentang awal dari sebuah langkah. Dan kau sudah melangkah, Kisah. Sedangkan aku? Berdiri saja masih butuh bantuan. Bangun saja masih butuh kau bangunkan. Shubuh-ku akan tanggal jika kau tak lakukan.

Kau tak perlu ku-petuah-kan, kau sudah pandai merangkainya sendiri. Sedangkan aku, mung opo, mung remekane keripik tempe. Hiks hiks. Wkwk . . .

Sedangkan kau harus terus menatap ke depan, jangan terlalu sering menolehku ke belakang. Aku masih belajar di sini, dengan entah kapan berakhirnya. Do’akan saja dengan do’a yang terbaik. Tak perlu khawatir, Tuhan sudah menyiapkan hal yang paling indah untukku. Dengan dibalut takdir-Nya yang paling rahasia. Dan andai, suatu saat aku harus jatuh, tak masalah kau harus tetap jalan. Aku laki-laki, yang hanya menangis karena kelilipan. Selain itu, yah, paling hanya gegara ngiris bawang. Wkwk . . . tenang, tangisku tidak untuk sesuatu yang murahan.

Tentang wisudamu yang baru saja usai, selamat sekali lagi. Tetap hidup dengan kebahagiaan yang tiada tara, dan pantang menangis untuk hal yang biasa-biasa saja. Karena aku tak akan ke mana-mana, selagi Tuhan memintaku untuk tak ke mana-mana. Yah, paling kalau pipis baru ke kamar mandi. Wkwk . . .

Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir. Perlu penegasan, bahwa apapun yang tertulis di sini adalah pengolahan kata dan pengembangan pemikiran dari saya pribadi.

Jangan lupa sandalnya dibawa.